Senin, 17 Mei 2010

hadis tentang prinsip dakwah.

A. Hadits Tentang Prinsip Dakwah
عن أبى موس السعري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اطعمو الجائع وعود المريض وفكوالعاني

”Dari Abu Musa al Asy’ari beliau berkata sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, berikan makan kepada orang yang sedang lapar, jenguklah orang yang sedang sakit, bebaskan orang-orang yang bermasalah atau sedang tertindas”.

B. Penjelasan
Hadits ini menjelaskan bahwa sahabat Abu Musa al-Asy’ari ini memberkan atau mengingatkan serta menjelaskan kepada semua masyarakat tentang apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.
Bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: (اطعمو الجائع) berilah makan terhadap orang yang kelaparan.
Sebagai mahasiswa atau orang yang berwawasan sosial atau mempunyai profesi atau jurusan sebagai da’i, kita harus mempunyai pemikiran yang luas. Makna dari (اطعمو الجائع) menurut pandangan kita bagi calon-calon da’i, ini bisa tafsirkan secara luas, misalnya. Di dalam berkehidupan dan bermasyarakat ada tetangga kita yang sakit mari kita jenguk, ada yang kurang mampu mari kita bantu. Hal inilah juga merupakan (اطعمو الجائع). Jadi tidak terpakai kepada makna secara leterlek yang maknanya tadi hanya memberi makan kepada orang yang lapar saja. Sesuatu hal inilah dapat kita manfaatkan dengan dakwah dengan pendekatan masyarakat dengan baik. Diantaranya adalah meliputi

C. Sosial Ekonomi
Jadi seorang da’i itu jangkauannya sangat luas sekali tidka hanya ceramah saja, berbeda dengan seorang mubaligh. Kalau mubaligh tugasnya hanya ceramah saja. Akan tetapi makna dari seorang da’i ini sangat luas jangkauannya. Di dalam (اطعمو الجائع) ini kita bisa tafsirkan dengan makna sesuatu hal yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Tugas dari seorang da’i seperti halnya pemimpin. Yaitu bisa menentramkan masyarakat atau mengayomi masyarakat.
Jadi kalau di dalam kehidupan bermasyarakat kalau tetangga kita ada yang kekurangan, baik sandang, papan, dan tempat tinggal atau ada yang membutuhkan kita dengan meminta bantuan untuk itu mari kita bantu, yang masyarakat tetangga kita banyak yang terkena busung lapar akibat gizi buruk, mari kita bantu, yang kesulitan bekerja mari kita bantu dan mari kita tolong, dan hal inilah kalau kita khususnya mengerti akan kesosialan dan kemasyarakatan memahami dengan apa yang dibutuhkan masyarakat pasti kita akan bisa menciptakan (بلدة طيبة ورب غفر) = Negara yang makmur tentram rakyatnya bisa merasakan, berkat diri kita yang bisa memahami keadaan masyarakat.
Seperti halnya Rasulullah SAW membangun kota madinah yang pertama dibangun Rasulullah SAW diantaranya adalah:
1. Membangun masjid serta memakaikannya
Mengapa Rasulullah SAW pertama kali yang dibangun adalah masjid? Karena pada hakikatnya masjid merupakan langkah awal untuk memakmurkan masyarakat karena pada hakikatnya madjid merupakan langkah awal untuk memakmurkan masyarakat karena pada hakikatnya adalah pada awalnya adalah perintah Allah yang harus ditegakkan yaitu perintah sholat, agar hati manusia terbuka sehingga tercipta hati yang baik. Sehingga jati diri manusia menjadi baik antar sesame manusia sehingga menciptakan kerukunan dan dengan aktifitas manusia beribadah maka Allah SWT akan menentramkan kepada semua alam.
2. Menciptakan sebuah uswah bagi masyarakat atau kerukunan kepada masyarakat menjadi Islam seluruh dunia resepnya adalah seperti hal yang di lakukan Rasulullah SAW tersebut.
Maka upaya kita agar masyarakat kita menjadi tentram yang seperti halnya termaktub pada lafadz (اطعمو الجائع) itu bisa terwujud. Misal: ada orang kesusahan kitabantu, ada yang kekurangan pangan kitabantu, ada anak yatim yang terlantar kita asuh, dan sebagainya.
Adapun salah satu kerangka dasar bangunan masyarakat Islam adalah sesuai dengan penerapan (اطعمو الجائع) adalah;

D. Kerangka Dasar Bangunan Masyarakat Islam Yang Harmonis
Berdasarkan hasil pendekatan historis dan nilai yang telah / kita lakukan di muka, maka sekarang kita mencoba menyusun kerangka dasar bangunan masyarakat Islam menurut model yang memungkinkan dapat dilaksanakan dalam kehidupan umat Islam sekarang ini. Untuk itu kita akan memulai dengan meletakkan pengertian tentang penggunaan istilah umat atau ummah” yang secara umum diartikan dengan “masyarakat”. Istilah umat atau ummah berasal dan Al-Quran, antara lain seperti tertuang di dalam firman Allah SWT surah A1-Anbiya: 92, yang berbunyi:
إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
Artinya: ”Sesungguhnya umat kamu ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhan kamu; maka mengabdilah kepada-Ku”.
Abdullah Yusuf Ali dalam tafsirnya menjelaskan pengertian ayat ini sebagai berikut: ”Istilah umat di sini, terjemahan yang terbaik adalah dengan, arti “persaudaraän” Istilah “masyarakat”, “ras”, dan “bangsa” maupun “rakyat” adalah kata-kata yang mempunyai makna-makna lain dan tidak cocok dengan pengertian “umat” yang dimaksud pada ayat ini. Demikian pula istilah “agama” dan “cara hidup (way of life) adalah arti-arti yang diperoleh yang dapat dipergunakan di bagian-bagian lain dalam buku tafsir ini tetapi kurang tepat untuk digunakan di sini. Kami lebih tertarik kepada pengertian rakyat (orang-orang) dengan watak-watak sifat-sifat yang sangat berlainan, juga berbeda dalam kurun waktu, ras, bahasa, lingkungan, sejarah dan pekerjaan yang dilakukan, tetapi berhasil membentuk persaudaraan yang paling erat, baik pria maupun wanita, yang bersatu padu dalam pengabdian yang tertinggi kepada Allah Mereka itu menggambarkan “persaudaraan Islam” yang tuntas dan sernpurna.
Ali Syari’ati menerangkan pengertian “ummat” sebagat berikut “Masyarakat Islam yang ideal disebut umat Menggantikan semua konsep semacamnya yang dalam berbagai bahasa dan budaya menunju kepada pengelompokkan manusia atau masyarakat, seperti “masyarakat”, “bangsa”, “rakyat”, “suku”, “klan”, dan lain sebagainya, ltulah kata umat. Kata yang sarat dengan semangat progresif serta mengandung pandangan sosial yang dinamis, komited, dan ideologis.
Kata “umat” berasal dan akar kata “amm”, yang bermakna jalan dan maksud. Dengan demikian, umat ialah suatu masyarakat di mana sejumlah perseorangan yang mempunyai keyakinan dan tujuan yang sama, menghimpun diri secara harmonis dengan maksud untuk bergerak maju ke arah tujuan bersama.
Ungkapan-ungkapan lain yang dimaksudkan untuk pengelompokan manusia atau masyarakat, umumnya sama mempergunakan kriteria hubungan darah, tanah atau pembagian kesejahteraan material. Tetapi, dengan memilih kata “umat”, Islam telah menggariskan pertanggungan jawab intelektual serta gerakan bersama sebagai landasan filsafat sosialnya.
Dalam hubungan ini, Marcel A. Boisard berpendapat bahwa: “Istilah Barat yang sesuai dengan arti “umat” dalam Islam adalah sukar didapat. lstilah itu harus menunjukki hubungan yang erat antara urusan ruhaniah dan duniawiah Demikian pula harus menunjukkan kewajiban-kewajiban moral dan hukum yang terdapat di dalam Al-Quran. Barangkali kita dapat mendekati suatu definisi mengenai hal tersebut dengan memakai perkataan “way of life” atau “kelompok ideologis ya terorganisasikan”, dengan pengertian bahwa dengan ideologis dimaksudkan “pandangan menyeluruh tentang alam dan Hari Kemudian”. Islam muncul dengan ciri ini sejak wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad. Nabi Muhammad mendorong suku-suku Jazirah Arab untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan begitu membentuk suatu kesatuan persaudaraan yang kokoh. Agama merupakan suatu kekuatan yang mendorong kepada terbentuknya suatu masyarakat yang khusus dan kuat yang tak dapat dipecahkan oleh kekuatan yang mendorong masyarakat Islam dalam sejarahnya. Pada zaman sekarang juga, walaupun banyak kecenderungan kepada pandangan nasionalis, rasa seorang muslim bahwa ia termasuk ke dalam kelompok yang berbeda dengan lainnya, tetap kuat. Pengaruh agama kepada segala aspek kehidupan adalah begitu kuat sehingga tindakan dan cara berpikir seorang muslim tidak dapat dimengerti kecuali jika kita memahami tentang hubungannya dengan .agama. Dengan begitu, Islam tidak hanya memberikan sifat yang hidup, sikap yang mulia, akan tetapi juga mengandung arti sikap hormat terhadap kaidah-kaidah moral dan hukum.
Corak spiritual kepada hal-hal duniawiah, atau dengan kata lain yang lebih jelas, pengaruh hukum agama kepada aktivitas sehari-hari adalah sangat nyata, sehingga Islam mengajak kepada solidaritas umat untuk menghormati perintah Tuhan. A-Quran memerintahkan supaya umat Islam yang terdapat di dalamnya orang-orang yang secara pribadi atau kolektif menganjurkan yang baik dan melarang yang jahat, amar makruf nahi munkar. Aplikasi nilai-nilai agama menimbulkan transformasi manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Islam sebagai agama dan kebudayaan muncul sebagai ekspresi yang aktif dan dinamis dan kemauan kolektif. Solidaritas antara anggota-anggota umat Islam telah ditekankan dengan kuat dan dilegalisasikan secara sangat tepat oleh hukum-hukum Al-Quran. Solidanitas Islam dipahamkan sebagai rasa bersandar dan timbal balik yang tak dapat dielakkan dan sebagai keharusan untuk tolong-menolong secara kolektif. Motivasinya mula-mula dengan pikiran dan bersifat altruis, kemudian menjadi’ berdasarkan belas kasihan dan perasaan. Hal ini menjadi suatu kewajiban yuridis yang memerlukan rasa tanggung jawab moral yang umum dan segi menghormati hukum Islam dan menjadi kerjasama sosial untuk perkembangan umat.
Kaidah-kaidah yang khusus, tidak diformulasikan menurut prinsip moral atau hukum alamiah (natural law), akan tetapi ditetapkan sebagai hukum positif, atas nama mereka yang harus melakukannya, sebagai suatu kewajiban terhadap persaudaraan kaum mukminin.
Jadi, “umat Islam” atau “masyarakat Islam” adalah ummat yang menjadikan Islam sebagai sumber hukumnya dalam mengatur segala tingkah-laku, baik sikap maupun perbuatan, dalam hubungan dengan dirinya sendiri, keluarganya, tetangganya dan masyarakat luas, bahkan dalam mengatur hubungan dengan musuh-musuhnya.
Singkatnya, umat Islam adalah sekelompok masyarakat yang didirikan atas dasar ikatan akidah saja. Bukan didasarkan pada ikatan rasa, bangsa dan warna kulit, tanah air, bahasa atau kepentingan-kepentingan lainnya.
Selanjutnya, istilah “umat” bagi kelompok masyarakat Islam oleh Al-Quran dilengkapi dengan istilah ”umat wasathan”, seperti tertuang dalam firman Allah SWT dalam surah Al Baqarah: 143 yang berbunyi:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya: ”Demikian pula telah Kami jadikan kamu sebagai “umat wasathan” (umat yang harmonis, umat yan terpilih supaya kamu menjadi pembawa keterangan kepada manusia, dan Rasul itu menjadi pembawa keterangan kepada kamu sekalian.”
Maulana Muhammad Ali dalam tafsirnya menerangkan arti “wasathan” yang terdapat pada ayat tersebut di atas sebagai berikut: “Kata wasath artinya bagian tengah suatu barang oleh karena itu menurut Lane Lexicon (Kamus Arab laggris), wasath berarti bagian yang terbaik dan suatu barang, karena tak terlalu ke sana dan tak terlalu ke sini;, karenanya Lane Lexicon menerjemahkan “umat wasathan” dengan arti umat yang benar, adil dan baik, yaitu umat yang tidak condong ke sana dan tidak condong ke sini. Para musafir (ahli tafsir) menerangkan bahwa wasath berarti adil dan unggul.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang setiap individu harus senantiasa tolong-menolong di dalam kehidupan masyarakat; sebab tanpa tolong-menolong itu para individu itu tidak. mungkin bisa memenuhi keperluannya secara sendiri-sendiri. Bahkan individu itu tidak mungkin bisa melawan binatang buas yang menyerangnya. Dan sebaliknya, masyarakat harus senantiasa melindungi dan membantu terhadap anggotanya, baik dalam memenuhi keperluannya, maupun dalam menghadapi mara bahaya yang dihadapinya.
Muhammad Qutb dalam menjelaskan bentuk masyarakat Islam menyatakan antara lain sebagai berikut: “Apabila kita mempelajari tiga sistem kehidupan yang diperjuangkan dewasa ini, yaitu sistem kapitalis, sistem komunis dan sistem Islam, niscaya kita dapat menjumpai bahwa sistem ekonominya, yang berkenaan dengan hak milik pribadi, mempunyai pertalian yang erat sekali dengan konsp kemasyarakatannya. Sistem kapitalis yang didirikan di atas konsep bahwa individu adalah satu makhluk suci yang hak-haknya tidak boleh diganggu gugat oleh masyarakat, atau menghalang-halangi kebebasannya; oleh karena itu di dalam sistem kapitalis ini milik pribadi diizinkan tanpa ada pembatalan apa pun. Sebalikhya, sistem komunis yang mendasarkan konsep atas landasan bahwa masyarakat itu adalah pokok yang terpenting, sedangkan individu dengan sendirinya dianggap tidak mempunyai kekuasaan apa pun; karena itu komunisme meletakkan seluruh hak milik pribadi berada di dalam kekuasaan negara sebagai wakil masyarakat, dan hak milik individu tidak diakuinya.
Kedua konsepsi ini-kapitalisme dan komunisme-berlainan dengan konsepsi yang dimiliki oleh Islam. Menurut Islam, individu itu serentak mempunyai dua sifat dalam waktu yang bersamaan; yaitu pertama, memiliki sifat sebagai individu yang bebas; kedua, memiliki sifat sebagai salah satu anggota masyarakat. Walaupun kadang-kadang kecenderungan kepada salah satu dan sifat itu melebihi kecenderungan kepada sifat yang lainnya, pada akhirnya ia harus memberikan jawaban yang sama dan seimbang kepada dua sifat tersebut.
Dalam konsep kemasyarakatannya yang didasarkan di atas teori tadi, Islam tidak memisahkan individu dengan masyarakat dan tidak pula mempertentangkan di antara keduanya-yang satu melenyapkan yang lain. Kedua watak yang dimiliki oleh setiap individu-sebagai pribadi yang bebas dan sebagai anggota masyarakat-itu telah diatur oleh syarat Islam agar memiliki keseimbangan di antara kedua watak tersebut: kepentingan indivdu terlindungi dan kepentingan masyarakat terpelihara.
Oleh karena itu, apabila kita me1ihat dari sudut pandangan antropologi sosial, sistem kekeluargaan dalam masyarakat Islam adalah menganut sistem bilateral. Di muka telah kita buktikan bahwa berdasarkan, firman Allah SWT dalam surah An-Nisa: 22-24, yang mengatur tentang pewarisan dan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa: 11-12, yang mengatur tentang pewarisan. Dan sistem perkawinan dan sistem pewarisan dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa sistem kekeluargaan dalam Islam adalah sistem bilateral.
Sebagaimana kita maklumi bahwa sistem kekeluargaan menurut antropologi sosial, yang paling dikenal di dunia ini ada tiga-sistem kekeluarga, yaitu:
a. Sistem kekeluargaan patrilineal adalah sistem di mana setiap orang menarik garis keturunannya keatas hanya melalui garis bapaknya; bapaknya itu menarik garis keturunannya melalui bapaknya lagi dan begitulah seterusnya sampai kepada seorang bapak. asal, yang dipercayai sebagai asal yang menurunkan mereka.
b. Sistem kekeluargaan matrilineal adalah sistem dimana setiap orang menarik garis keturunannya ke atasnya melalui ibunya;. ibunya itu menarik ke atas keturunnnya melalui ibunya lagi dan begitulah seterusnya sampai kepada seorang ibu asal yang dipercayai sebagai asal yang menurunkan mereka.
c. Sistem kekeluargaan bilateral adalah sistem di mana setiap orang menarik garis keturunannya melalui bapaknya dan melalui ibunya; demikian juga yang dilakukan oleh bapak dan ibunya, dan begitulah seterusnya.
Dengan demikian, masyarakat Islam adalah masyarakat harmonis atau masyarakat keseimbangan, yang tidak mengikuti sistem masyarakat kapitalis-liberalis, di mana hak individu lebih dipentingkan dari pada hak kolektif, sehingga kepentingan kolektif bisa saja jadi korban kepentingan individu. Dan tidak pula mengikuti sistem masyarakat komunistis, di mana hak kolektif lebih dipentingkan daripada hak Individu, sehingga kepentingàn individu dapat saja dikorbankan untuk kepentingan kolektif. Karena itu, masyarakat Islam tidak menganut salah satu daripada kedua sistem masyarakat tersebut (kapitalisme, liberalisme dan komunisme) Islam menganut asas keseimbangan.
- antara hak dan kewajiban,
- antara individu dan masyarakat;
- antara hak individu dan kewajiban indivdu,
- antara hak masyarakat dan kewajiban-rnasyarakat.

E. Hak dan Kewajiban Individu
Sebagaimana telah kita simpulkan di muka. bahwa pembentukan individu yang paripurna adalah tugas pertama yang harus menjadi prioritas utama. Hal itu bisa kita lihat bahwa Muhammad SAW telah menjadikan dirinya sebagai “uswah hasanah” (contoh teladan yang terbaik) bagi masyarakat Islam yang ia bangun. Kesempurnaan pribadi dari akhlak Rasulullah SAW diakui oleh semua pihak yang jujur, baik yang muslim maupun yang non-muslim baik pada zaman ia masih hidup maupun pada zaman sesudah ia meninggal dunia Keberhasilan Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Islam, menurut Mahatma K. Gandhi, bukan karena ekspansi militer yang ia pimpin, tetapi karena kepribadiannya yang agung dan paripurna. Gandhi berkata:
“Saya ingin tahu sebaik-baiknya tentang kehidupan seorang yang hingga kini memegang hati jutaan manusia Saya lebih yakin dan sebelumnya, bahwa bukanlah pedang yang membawa Islam kepada kejayaan pada masa-masa itu dalam skema-kehidupan. Kesederhanaan agama Is1am-yang tegas, penguasaan diri yang paling kuat dari Nabi itu, keteguhan memenuhi-janji pelayanannya yang sungguh-sungguh kepada sahabat dan pengikutnya, keperwiraannya yang tidak mengenal takut, keyakinannya yang mutlak kepada Tuhan dan kepada risalahnya sendiri; hal inilah, dan bukannya pedang, yang menaklukkan segala-galanya di hadapan kaum muslimin dan mengatasi segala rintangan.
Pribadi besar ini bukan hanya dimiliki oleh Muhamma SAW, tetapi juga dipunyai oleh para sahabatnya, walau dengan ukuran yang lebih kecil, baik sahabat-sahabat yang berasal dari masyarakat kelas atas (sebelum Islam), seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, maupun sahabat-sahabat yang berasal dan kelas rendah (sebelum Islam), seperti Bilal, Ummi Maktum, dan Ammar.
Sebab, hanya pribadi-pribadi yang besar itu sajalah yang mampu mengubah lingkungan agar bisa tunduk kepada keinginan dan cita-citanya, yang dalam istilah ilmu jiwa sosial disebut “alop1astis’ (alo= yang lain; plastis= dibentuk). Lingkungan yang dimaksud di sini ialah lingkungan fisik seperti benda-benda yang konkret, maupun lingkungan psikis seperti keyakinan, ide-ide, dan pandangan filsafat, baik yang dianut oleh perseorangan maupun yang telah menjadi panutan. masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam interaksi sosial, individu-individu yang besar itu sajalah yang dapat memberikan sugesti dan menarik simpati individu-individu lainnya di dalarn masyarakat. Bahkan pribadi-pribadi yang besar itu biasanya menjadi imitasi bagi individu-individu di sekitarnya, serta tidak sedikit pula orang lain mengidentifikasi dirinya dengan pribadi-pribadi yang besar itu. Oleh karena itu, peran pribadi-pribadi yang besar itu begitu menonjol di dalam pembentukan suatu masyarakat,’ baik mengenai keyakinan atau pola tingkah laku dalam kehidupan.
Dari pembahasan tersebut haidts yang kedua adalah mengenai (وعود المريض) jenguklah orang yang sakit.
Kita sebagai seorang muslim yang bermasyarakat mempunyai kewajiban lain terhadap muslim yang lainnya hal ini yang harus kita ketahui khususnya bagi calon-calon da’i yang akan siap terjun di tengah-tengah masyarakat. Harus dapat mengetahui kewajibannya terhadap orang lain diantaranya adalah: menjenguk orang yang sakit.
Kita harus memahami dalam litaratur kehidupan sosial. Kita mempunyai sebuah indikasi atau pendekatan dakwah kita melalui peduli terhadap masyarakat. Kalau kita memahami realita di kehidupan pada zaman ini yang mana politik sana sini saling bersaing untuk merebut dari jabatan atau kekuasaan. Cara apakah yang mereka lakukan? Dan ini yang harus kita ketahui mereka mempunyai cara yang terungkap seperti halnya bunyi lafadz hadits (وعود المريض) sehingga disitulah mereka bisa memberikan sugesti biaya terhadap yang sakit, pengobatannya. Akhirnya apa masyarakat akan simpati dan dapat memilih inilah pemimpin yang bijak yang bisa mengayomi masyarakat. Dengan antisipasinya yang luar biasa terhadap masyarakat. Lebih-lebih kita menjadi seorang pemimpin da’i kelak. Jangan lupa santuni masyarakat, ayomi masyarakat sesuai dengan apa yang disabdakan Rasulullah SAW sehingga kita semua menjadi orang yang berguna bagi masyarakat, nusa maupun bangsa dengan memberikan antisipasi atau kepedulian terhadap masyarakat, dan hal menjenguk orang yang sakit ini sangat penting sekali sebab Rasulullah SAW bersabda pada hadits lain mengatakan:
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من عار مريضا صالحا خرج معه سبعون ملكا يستغفرون له ويخرجون من بيت المريض معه ويدخلون الى بيته

”Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa menjenguk orang sakit yang sholeh maka tujuh puluh malaikat keluar bersamanya memohonkan ampunan untuknya, para malaikat keluar dari rumahnya (orang) yang sakit bersamanya dan masuk kerumahnya”.
Kalau kita fahami hadits ini betapa pentingnya untuk menjenguk orang yang sakit sehingga malaikat meminta ampunan dosanya yang sakit serta yang menjenguknya. Oleh karena itu jangan enggan-enggan untuk menjenguk orang yang sakit. Lebih-lebih kita yang akan menjadi calon da’i, calon cendekiawan muslim yang dapat mengayomi masyarakat.
Dari pembahasan hadits yang ketiga adalah: (فكو العانيه) memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jadi tugas kita sesuai dengan hadits itu lebih-lebih kita adalah para da’i, para cendekiawan muslim harus dapat memberikan perlindungan terhadap masyarakat yang tertindas dan harus ada upaya untuk memberikan advokasi terhadap mereka, yang tertindas berilah keadilan, perlindungan hukum, agar mereka bisa hidup dengan tentram. Misalnya dengan adanya lumpur lapindo yangbertahun-tahun tidak henti. Hingga banyak masyarakat yang kehilangan rumah, pekerjaan yang setiap halnya ada pengusutan dari pemerintah, kewajiban kita adalah melindungi mereka serta membantu mereka dari bencana-bencana tersebut seperti tsunami, berupa banjir dan orang yang terhindar dari marabahaya.
Dan tiga hal inilah yang termaktub dalam hadits yang di riwayatkan Imam Muslim dan diceritakan Musa al-Asy’ari yang intinya kewajiban kita sebagai seorang muslim dengan muslim lainnya khususnya bagi calon da’i yang bisa menciptakan ketentraman bagi masyarakat. Dan hadits ini ada kaitannya dengan hadits yang menjelaskan tentang silaturrahmi. Jadi setelah kita melaksanakan tiga hal tersebut. Hal inilah yang terkait dengan silaturrahmi agar mempererat tali persaudaraa.
Cara untuk Menjaga Uswah
Diantara cara untuk menjaga uswah adalah mempererat tali silaturrahmi sebab muslim yang satu dengan muslim yang lainnya ibarat bangunan yang sangat erat (kuat) apabila tali persaudaraan ini runtuh maka bangunan ini akan runtuh (agama). Maka ada hadits yang menjelaskan betapa pentingnya bersilaturrahmi, hingga fadhilahnya dapat memanjangkan umur.
a) Hadits tentang silaturrahmi dapat menambah umur dan dimudahkan rizkinya
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم: يقول: من سوه ان يبسطاله فى رزقه وان ينسأ له فى أثره فليصل ورحمة
Dari Abu Hurairah berkata. Beliau mendengar langsung dari Rasulullah SAW sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang senang di lapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendkanya menyambung tali kekerabatan (HR. Bukhori Muslim).
Maksud dari hadits ini adalah betapa pentingnya hubungan tali silaturrahmi, hingga Allah SWT memberikan sebuah jaminan akan dilapangkan rizkinya serta diperpanjang umurnya, dalam hadits ini teruraikan mengenai betapa pentingnya mengenai menyambung tali silaturrahmi lebih-lebih kita yang sebentar lagi akan terjun di masyarakat harus mengerti dan mengetahui mengenai hal ini. Ingat kalau kita semua ingin dijembarkan rizkinya.
Rizki itu kalau kita uraikan adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan hidup seperti jodoh, kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan), kaya dan sebagainya. Maka sambunglah silaturrahmi dan penafsiran pada hadits ini sangat luas sekali. Hal ini terkait dengan hadits yang pertama kali mengenai perlindungan kita sebagai mahasiswa fakultas dakwah yang akhirnya nanti terjun di masyarakat harus mempunyai pemikiran yang luas, silaturrahmi itu tidak harus kita mendatangi di tiap-tiap rumah sebenarnya tidak hanya itu saja yang dimaksud, tetapi apabila kita tidak bisa memberikan perlindungan terhadap orang lain, maka sikap kita adalah mengakses orang-orang banyak untuk membuat perlindungan. Hal inilah juga dinamakan silaturrahmi.
Atau kita membuat sebuah penataan yang baik dengan bersilaturahmi dengan baik, tidak hanya ini saja kita menafsirkan arti kata sialaturahmi ada juga misalnya kita hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan tiba-tiba tetangga kita ada yang sakit parah yang mau mati terus kita menjenguk dan memberikan motivasi untuk hidup sehingga di bangkit kembali semangatnya. Ini juga dinamakan dengan silaturahmi.
Dan silaturahmi itu bisa terjalin apabila sama-sama agama, sama-sama suku, sama-sama keluarga, sama-sama tetangganya. Ini biasanya silaturahmi bisa cepat terjalin terus bagaimana dengan hubungan dengan orang yang memutuskan tali silaturahmi? Hal ini dibahas dalam hadits Rasulullah SAW.
b) Hadits tentang bersilaturahmi kepada orang yang memutuskan tali silaturahmi
عن تبى هريرة رضي الله عنه ان رجلا قال: يا رسول الله ان لى قرابة اصيلهم ويقطعون واحسن اليهم ويسؤون الي واحلهم هنهم ويجهلون على فقال: "لين كنت كما قلت فكأنها نسغهم اعمل ولا يزال معك من الله ظهير عليهم ما دمت على ذلك.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a ada seorang laki-laki berkata: wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya aku mempunyai keluarga dekat yang bisa kuhubungi, sedangkan mereka memutuskan tali kekerabatannya denganku, aku juga bisa berbuat baik kepada mereka, tatapi mereka bertindak jahat kepadaku, aku juga bersabar terhadap tindakan mereka tetapi mereka tidak mempedulikanku. Beliau (Rasulullah SAW) bersabda: ”Kalau kamu lakukan sebagaimana yang telah kamu katakan sama halnya dengan kamu memberi mereka makan pasir panas, dan kamu senantiasa dimenangkan oleh Allah terhadap mereka selama kamu tetap berbuat demikian. (HR. Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa kalau kita dimusuhi orang lain, kita ajak silaturahmi tidak mau selalu membenci, tidak mau dibukakan maaf sering marah, padahal kita sudah meminta maat. Akan tetapi dia tidak mau peduli dengan kita, tentu dalam hadits ini kita disuruh untuk sabar menghadapinya yang penting kita sudah membagusi dia.
Mengapa kita terus menerus disuruh untuk menyambung tali silaturahmi? Sebab hal ini sangat terpenting dalam kehidupan kita selaku muslim yang hidup sosial hidup bermasyarakat sebab manusia satu sama lain sangat membutuhkan (makhluk sosial) maka silaturahmi sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dan menjalin silaturahmi yang pahalanya sangat besar adalah ketika kita lama diputus persaudaraan oleh tetangga kita atau keluarga kita. Terus kita malu memulai, untuk menjalin kerukunan. Jadi hal inilah yang pahalnya tidak tertandingi sebab fenomena dalam kehidupan bermasyarakat sulit sekali di jalani dan dilaksanakan.


KESIMPULAN

Jadi setelah kita menguraikan serta memahami isi hadits ini dapat kita simpulkan bahwa metode ini pendekatan terhadap masyarakat agar kita bisa diterima di masyarakat dengan baik diantaranya adalah:
Sesuai dengan isi dalam hadits tersebut:
Yang pertama adalah (اطعمو الجائع)
Yang kedua adalah (وعود المريض)
Yang ketiga adalah (فكو العانيه)
Ketiga-tiga inilah bisa kita jadikan sebagai prinsip kita pendekatan kita terhadapmasyarakat.
Kalau ada yang sakit kita jenguk dan tidak hanya ini saja sebab penafsiran pada hadits ini sangat kuasl sekali, yang intinya member pertolongan serta perlindungan terhadap masyarakat bisa menyayomi masyarakat kita, ini merupakan tugas kita sebagai seorang pemimpin atau seorang da’i.
Dan hal inilah kita bentuk kita praktekkan dengan cara kita yaitu saling bersilaturahmi kepada seluruh masyarakat yang mana bisa terakses sebuah penataan yang bagus di dalam membangun kerukunan hidup beragama.










DAFTAR PUSTAKA

Adzim Abdul Al-Mudzirin. 2002. Terjemah Ringkasan Shahih Muslim, Bandung: Mizan
Qodir Jaelani Abdul, 1997. Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Dan Damai, Surabaya: PT. Bina Ilmu
Shirazi Dastghaib, 2005, Bermasyarakat Menurut al-Qur'an, Jakarta: al-Huda
Assuyuthi Jalaludin, 1992, Terjemah Lubabul Hadits, Surabaya; Apollo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar